Pemerintah Indonesia, melalui kepemimpinan Bapak Presiden Joko Widodo tersebut baru-baru ini mencanangkan pemindahan ibu kota yang awalnya terletak di Jakarta, menuju Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Jika hal ini terlaksana, Palangka Raya tentu akan segera menjadi kota sorotan. Lalu, bagaimana sesungguhnya potensi yang dimiliki oleh Palangka Raya, terutama pada sektor bisnis? Apakah memang Palangkaraya sebagai kandidat ibu kota Indonesia memiliki kapasitas yang baik, atau dipilih hanya karena tidak sepadat dan sesibuk Jakarta?
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Palangka Raya, per 2013 jumlah penduduk Palangka Raya 244.500 jiwa, di mana 125 ribu adalah penduduk berjenis kelamin laki-laki atau menyumbang 51,1 persen dan 119.500 adalah perempuan atau menyumbang 48,8 persen. Kota ini memiliki lima kecamatan, di mana kecamatan terpadat adalah Jekan Raya dengan jumlah penduduk 126.993 jiwa dan paling sedikit penduduknya adalah Rakumpit dengan penduduk 3.186 jiwa.
Palangka Raya juga merupakan kota dengan peristiwa bencana atau musibah terkecil dibandingkan kabupaten/kota lain di Kalimantan Tengah. Potensi ekonomi daerah Palangka Raya di antaranya kehutanan, perkebunan, pertanian tanaman pangan, perikanan, peternakan, industri, hingga pariwisata. Untuk kehutanan misalnya, Palangka Raya memiliki potensi di industri pengolahan kayu dan bukan kayu seperti tanaman gaharu dan lebah madu. Untuk perkebunan, mayoritas di Palangka Raya adalah kebun karet, disusul sawit, kelapa, dan jambu mete.
Di sektor pertanian, Palangkaraya memiliki potensi di antaranya tanaman padi gogo dan palawija. Untuk peternakan, terdapat peternakan ternak babi, ayam buras, bebek, sapi potong hingga kambing yang makmur tumbuh. Palangka Raya juga memiliki potensi di bidang perikanan, terutama budidaya ikan dalam karamba dan karamba jaring apung, serta lahan darat untuk budidaya ikan. Jenis ikan yang dibudidayakan di antaranya patin, nila, gurame, bawal, betok, lele, dan lainnya.
Industri besar seperti pabrik karet hingga industri kecil menengah seperti kerajinan anyaman rotan, benang bintik, batu permata, hingga furnitur dan pangan olahan. Tercatat pada 2014, ada sebanyak 264 koperasi dengan jumlah anggota 31.554 dan 9.083 usaha kecil dan menengah di Palangka Raya. Kota Palangka Raya juga memiliki potensi wisata seperti perahu wisata susur sungai.
Jika Palangkaraya benar-benar dipindah, tidak hanya satu kota saja yang terkena dampaknya, namun juga kota-kota yang ada disekitarnya, bahkan pulau Kalimantan diharapkan akan lebih merata pembangunannya.
Lalu, Apa Efek Dari Pindahnya Ibu Kota ke Palangkaraya terhadap Pulau Kalimantan?
Cek di halaman selanjutnya
Yemima Eka Ampung, perempuan muda pemilik wedding organizer (WO) di kota Malang yang berasal dari kota Palangkaraya pun ikut meneliti bagaimana perkembangan pasar yang ada di Kalimantan. “Semua bisnis bisa berkembang di Palangka Raya. Laundry misalnya, dulu tak ada satu pun, tapi belakangan jadi booming. Begitu juga dengan WO, paradigma masyarakat bisa digeser dengan menjelaskan bahwa WO juga cukup penting untuk membantu pelaksanaan pernikahan,” ucapnya.
Menurut Yemima, daya beli masyarakat di Kota Palangka Raya cukup kuat. Kuncinya, pebisnis bisa menjelaskan mengapa produk atau jasa yang ditawarkannya penting. Informasi yang jelas dibutuhkan masyarakat agar tertarik dan merasa penting untuk mendapatkan barang dan jasa yang ditawarkan.
Fathul Anwar, salah satu pemilik bisnis yang berlokasi di Jalan Jalan Batam, Palangka Raya, yang dikenal sebagai pusat kerajinan khas Kalimantan dan suvenir pun memiliki pendapat senada. “Jika ingin berbisnis sebaiknya dimulai sekarang saat masih berkembang, karena nantinya akan semakin ramai,” ujarnya.
Bahkan Fathul mengatakan, peluang bisnis tak hanya terbuka di kota ini, tetapi pengusaha atau pengrajin juga membuka kesempatan bagi retailer yang ingin memasarkan produk khas Kalimantan di pulau Jawa.
Keunikan, makna, dan nilai seni dari produk kerajinan Kalimantan memang menjadi daya jual tersendiri. “Ongkos kirimnya hanya Rp 20.000 per kilogramnya. Ini bisa menjadi peluang bisnis di Jawa dengan bermitra pengrajin di Kalimantan,” tutur Fathul.