Menggunakan jasa Vlogger dalam beriklan untuk sebuah brand bukan lah hal yang asing, terlebih pada zaman sekarang saat media seperi Vlog menjadi tren yang kuat dan dominan. Setelah brand menghubungi vloggeruntuk melakukan kerja sama, langkah selanjutnya yang perlu diambil adalah untuk mengatur dan mengomunikasikan apa tujuan dari beriklan tersebut, sehingga vlogger benar-benar memahami dan tidak salah dalam berkomunikasi pada target pasar.
Lalu, sejauh mana Anda sebagai pelaku usaha / brand untuk mengontrol konten beriklan terhadap vlogger?
Sebagai studi kasus, bank BCA yang telah aktif menggunakan jasa vlogger tidak mendikte para vlogger ini untuk menciptakan konten sesuai dengan keinginan dari Bank BCA. Bahkan menurutnya, dengan membiarkan para vlogger untuk eksplor sesuai dengan kreativitasnya, Bank BCA mampu mendapatkan masukan dan insight terkait iklan atau kampanye yang dijalankan.
“Biasanya kami lakukan diskusi dengan mereka terkait apa yang ingin kami capai, nanti mereka berikan masukan. Yang terpenting jangan sampai misleading dengan apa yang ini kami sampaikan baik itu tentang produk atau penggunaan produk,” ucap Norisa Saifuddin selaku Vice President dari Bank BCA.
Selain memberikan kebebasan kreativitas kepada para vlogger, yang dapat Anda pelajari sebagai pelaku usaha yang bekerja sama dengan vlogger adalah Bank BCA jarang melakukan sensor terhadap konten yang telah diciptakan oleh para vlogger ini. Norisa Saifuddin selaku Vice President Bank BCA juga mengakui bahwa para vlogger ini memiliki idealisme yang tinggi terhadap konten yang mereka ciptakan.
“Kami hormati cara mereka komunikasi dengan audience-nya. Kalau brief terlalu detil mereka tidak akan mau dan nantinya akan merusak cara komunikasi mereka. Jangan sampai apa yang telah mereka bangun terkalahkan oleh ego kami sebagai pemilik merek,” terangnya.
Lalu, Jenis Konten Seperti Apa yang Dianggap Berhasil Dibangun Oleh Para Vlogger?
Salah satu vlogger dengan subscriber terbanyak di Indonesia, Edhozel, berpendapat bahwa sistem penyampaian ‘iklan’ kepada audience pun tidak masalah jika harus secara hard sale. Hal ini justru berbeda dengan vlogger-vlogger lainnya yang cenderung ingin memasarkan sebuah iklan berbayar dengan cara soft sale.
Ia memberi contoh, bahwa saat seseorang menonton vlog miliknya, ia harus memiliki alasan, dan pada studi kasus ini, Edhozel dikenal dengan selera humornya yang lucu. Faktor lucu tersebut yang disebut dengan valueyang didapat audience saat menonton vlog milik Edhozel. Ketika value didapat penonton, maka pesan, logo, produk dari brand yang muncul dari awal sampai akhir pun tidak menjadi masalah. Edhozel bahkan sering kali memberi garansi bahwa dalam waktu dua minggu brand akan mendapatkan view pada Youtube minimal sebanyak tiga ratus ribu views.
Semoga informasi di atas dapat membantu Anda lebih mahir dalam memilih vlogger, ya! Jika hasilnya optimal, jangan lupa untuk menjaga hubungan baik dengan vlogger tersebut agar jika mendatang perlu kembali bekerja sama, Anda dan vlogger tersebut akan lebih mudah dalam berkomunika